Seorang sahabat mengirim email padaku, bercerita tentang sulitnya mengampuni seseorang yang melukai hatinya. Memang, kadang tak mudah mengampuni, tapi kita bisa belajar untuk dapat mengampuni bukan? Mungkin jawaban saya ini bisa dibagikan pula untuk teman-teman yang lain juga. Begini:
Caty (aku menyebutnya begitu saja di ruang umum ini) yang baik, maaf ya baru membalas emailmu hari ini…
Aku harus merenung dan menggali pengalamanku dulu dan kemudian mencoba merumuskannya dengan terlebih dahulu memperkaya lewat beberapa bacaan. Memang, pengampunan itu hal yang mudah dikatakan tapi tak selalu mudah dilakukan.
Sekedar pembuka, aku ingin menjelaskan sebuah perspektif tentang pengalaman luka hati. Caty, coba kamu bayangkan di depanmu ada semangkok sambal. Ambillah satu sendok kecil, taruhlah di piring, di mana kamu sudah mengambil nasi, lauk dan sayuran. Makanlah sambal itu bersama makananmu. Nikmat bukan? Sambal yang pedas itu membuat makananmu terasa lebih nikmat dan kamu makin lahap memakannya.
Sekarang coba yang ini! Ambillah sambalmu, sama satu sendok kecil saja! Lalu makanlah sambal itu, tapi jangan dicampur dengan makanan lain. Sambal itu saja… Apakah sambal itu terasa nikmat? Tidak bukan? Mungkin lidah kita akan segera merasa kepedasan dan tidak nyaman.
Sekarang percobaan terakhir, bayangkan sambal itu kamu ambil, tidak usah satu sendok kecil, seujung sendok kecilmu itu saja. Lalu taruhlan, bukan di mulutmu, tetapi di matamu! Apa yang terjadi? Bukankah sambal yang hanya sedikit itu pun sudah sangat menyiksamu?
Yang ingin aku katakan ialah bahwa kita kadang memasukkan sebuah pengalaman tertentu itu, di ruang mana dan bersama apa saja akan menentukan bagaimana kita merasakannya. Itulah pengalaman sakit hati. Kalau kita menaruh perlakuan seseorang terhadap kita itu di ruang kecil luka hati, maka apa pun yang dia buat atau dia berikan akan membuat kita sakit hati. Apalagi, kalau ternyata kata atau perlakuannya mengenai bagian hati kita yang peka, mungkin karena kelemahan kita atau karena luka-luka masa lalu kita. Tetapi apabila kita menaruhnya di tempat lain, akan lain pula rasanya. Bahkan, kalau kita menaruhnya dalam perspektif yang lebih luas, kadang pengalaman yang umumnya dibilang menyakitkan itu justru dapat menjadi sesuatu yang membuat hidup kita lebih nikmat dan maju pesat. Kalau sambal kamu taruh di mata, sakit yang kamu rasakan. Kalau sambal kamu makan tanpa apa-apa, masih ada sedikit kenikmatannya tetapi rasa kepedasan dan iritasi tetap lebih menyiksa. Kalau kamu makan sambal bersama makanan lainnya, maka bukan hanya sambalnya yang terasa nikmat. Bahkan seluruh makanan yang kamu telan bersama sambal itu terasa semakin nikmat.
Maka, belajar untuk mengampuni itu pertama-tama “belajar untuk menaruh pengalaman menyakitkan di dalam perspektif yang lebih luas”. Jangan memandangnya melulu dalam perspektif hati yang luka, karena bukan saja itu tak berguna tetapi akan mempersulit diri sendiri saja.
Pengalaman sakit hati bisa bermanfaat ketika:
1. Membuat kita mengenali luka-luka batin
Ingat kontemplasi sambal di atas, kalau mata kita sakit karena sambal, itu bukan soal sambalnya tidak enak tapi soal mata yang tidak dapat merasakan nikmatnya sambal malahan kesakitan oleh sambal. Bukan soal sambalnya tapi soal matanya. Nah, ketika kita mengalami sakit hati, seringkali yang terjadi sesungguhnya bukan karena perlakuan atau kata-kata orang itu pada dirinya, namun justru karena kita begitu rentan dan peka kalau mendengar kata atau mendapat perlakuan seperti itu. Nyatanya, orang lain dikatakan begitu ada yang senyum-senyum saja tetapi kita ternyata sangat sakit, atau ada orang yang begitu sakit oleh perlakuan tertentu padahal bagi kita itu biasa-biasa saja. Nah, seperti halnya rasa sakit di fisik itu sebenarnya adalah mekanisme tubuh untuk menyadari bahaya dan menghindarkan dari bahaya yang lebih besar, begitu pula sakit hati. Rasa sakit hati itu bisa menjadi indikasi atau mekanisme mental untuk menyadarkan kita akan bahaya mental yang mengancam, yang seringkali sumbernya bukan orang lain tetapi diri sendiri. Luka-luka batin yang tertimbun di alam bawah sadar, paling mudah kita kenali kalau kita mau merefleksikan pengalaman-pengalaman sakit hati. Luka-luka batin adalah hambatan kemajuan pribadi, yang sering tidak kita sadari dan sulit kita mengerti. Kalau pengalaman sakit hati menjadi gerbang kesadaran akan luka-luka batin, dapatlah pula dikatakan bahwa sakit hati itu (kalau diolah) bisa menjadi awal perkembangan menuju kematangan pribadi yang lebih optimal. Sakit hati, bisa menjadi pengalaman berguna juga lho…
2. Membuat kita lebih bersemangat menghayati kehidupan
Saat sakit hati, kadang menjadi saat yang paling memacu orang untuk bangkit berdiri dan mengerahkan seluruh kemampuan diri untuk berjuang. Ada cerita nyata yang aku dengar ketika aku kunjungan ke Lingkungan Gedongkiwa Tengah kemarin. Ada orang yang sudah tiga tahunan sakit dan tidak bisa jalan. Ketika terjadi gempa Mei 2006 lalu, saking takutnya akan gempa tiba-tiba saja dia bangkit dan lari… dan sejak itu dia bisa berjalan kembali. Saat ketakutan menyerang, saat itu dia terpacu untuk mengerahkan seluruh energinya dan dia bisa! Hal sama sering terjadi secara lain… orang baru terpacu mengerahkan seluruh usaha ketika mengalami pengalaman sakit hati. Ketika nyaman-nyaman saja, ia tumbuh pelan-pelan saja; ketika ia mengalami sakit hati, tumbuh semangat untuk menunjukkan kualitas diri dan kemudian makin optimal memperkembangkan diri. Mungkin bukan start yang baik, tapi bisa membuat orang mencapai finish yang malah baik.
3. Membuat kita lebih dalam memaknai kehidupan
Kalau kita menyadari iman kita, kenapa Gusti Yesus mau menderita sengsara sampai wafat? Mengapa Ia rela disalibkan? Karena derita itu punya makna untuk mengungkapkan cinta! Karena sengsara dan wafatNya bernilai dan berguna untuk penyelamatan. Di sinilah tercapai makna paling dalam dari makna hidup! Apakah kita tidak ingin mencapai pengalaman menggapai makna terdalam itu? Berani terluka untuk sebuah kebaikan adalah jalan kepada penghayatan makna kehidupan yang lebih dalam. Luka hati itu tidak enak, tetapi bisa mengantar kita kepada makna kehidupan yang lebih dalam! Kita hidup tidak dipanggil pertama-tama untuk sukses dan aman-nyaman! Kita dipanggil untuk setia dan berani berkorban untuk suatu upaya cinta dan penyelamatan. Inilah kebenaran yang diwartakan Tuhan kita! Ini janganlah diartikan bahwa kita akan diam menjadi korban ketidakadilan… Bukan begitu, karena keadilan harus tetap diperjuangkan. Tetapi kita memperjuangkan keadilan tanpa harus mengeluh dan menghindar dari sakit dan keterlukaan.
Dengan mengembangkan perspektif tentang luka hati seperti itu, Caty, sebenarnya sebagian luka-luka hati dapat hilang dengan sendirinya.
Akan tetapi, sering pula kita mengalami ada luka yang begitu dalam dan menyakitkan sehingga kita susah menyembuhkannya, bahkan menahan rasa sakitnya pun seolah tidak ada dayanya. Untuk luka yang dalam dan menyakitkan, memang kadang perlu terapi khusus. Seringkali pula orang perlu bantuan pihak ketiga untuk menyembuhkannya karena memang kadang berupaya sendirian tidak bisa. Iya sih, sebenarnya penyembuhan luka batin hanya bisa dilakukan oleh yang terluka, tetapi kadang bantuan orang ketiga yang dapat memampukannya untuk menyembuhkan lukanya.
Sekedar latihan yang sifatnya umum, dapat dilakukan sendiri atau bersama teman atau di bawah bimbingan, misalnya melewati 12 langkah begini begini:
Kadangkala, untuk orang tertentu dan sakit karena pengalaman tertentu, terapi ini tidak bisa sekali jadi. Mungkin kau dapat mengulanginya beberapa hari atau minggu kemudian, cobalah lagi kalau belum sembuh! Percayalah, Roh Kudus akan membantu!
Caty (aku menyebutnya begitu saja di ruang umum ini) yang baik, maaf ya baru membalas emailmu hari ini…
Aku harus merenung dan menggali pengalamanku dulu dan kemudian mencoba merumuskannya dengan terlebih dahulu memperkaya lewat beberapa bacaan. Memang, pengampunan itu hal yang mudah dikatakan tapi tak selalu mudah dilakukan.
Sekedar pembuka, aku ingin menjelaskan sebuah perspektif tentang pengalaman luka hati. Caty, coba kamu bayangkan di depanmu ada semangkok sambal. Ambillah satu sendok kecil, taruhlah di piring, di mana kamu sudah mengambil nasi, lauk dan sayuran. Makanlah sambal itu bersama makananmu. Nikmat bukan? Sambal yang pedas itu membuat makananmu terasa lebih nikmat dan kamu makin lahap memakannya.
Sekarang coba yang ini! Ambillah sambalmu, sama satu sendok kecil saja! Lalu makanlah sambal itu, tapi jangan dicampur dengan makanan lain. Sambal itu saja… Apakah sambal itu terasa nikmat? Tidak bukan? Mungkin lidah kita akan segera merasa kepedasan dan tidak nyaman.
Sekarang percobaan terakhir, bayangkan sambal itu kamu ambil, tidak usah satu sendok kecil, seujung sendok kecilmu itu saja. Lalu taruhlan, bukan di mulutmu, tetapi di matamu! Apa yang terjadi? Bukankah sambal yang hanya sedikit itu pun sudah sangat menyiksamu?
Yang ingin aku katakan ialah bahwa kita kadang memasukkan sebuah pengalaman tertentu itu, di ruang mana dan bersama apa saja akan menentukan bagaimana kita merasakannya. Itulah pengalaman sakit hati. Kalau kita menaruh perlakuan seseorang terhadap kita itu di ruang kecil luka hati, maka apa pun yang dia buat atau dia berikan akan membuat kita sakit hati. Apalagi, kalau ternyata kata atau perlakuannya mengenai bagian hati kita yang peka, mungkin karena kelemahan kita atau karena luka-luka masa lalu kita. Tetapi apabila kita menaruhnya di tempat lain, akan lain pula rasanya. Bahkan, kalau kita menaruhnya dalam perspektif yang lebih luas, kadang pengalaman yang umumnya dibilang menyakitkan itu justru dapat menjadi sesuatu yang membuat hidup kita lebih nikmat dan maju pesat. Kalau sambal kamu taruh di mata, sakit yang kamu rasakan. Kalau sambal kamu makan tanpa apa-apa, masih ada sedikit kenikmatannya tetapi rasa kepedasan dan iritasi tetap lebih menyiksa. Kalau kamu makan sambal bersama makanan lainnya, maka bukan hanya sambalnya yang terasa nikmat. Bahkan seluruh makanan yang kamu telan bersama sambal itu terasa semakin nikmat.
Maka, belajar untuk mengampuni itu pertama-tama “belajar untuk menaruh pengalaman menyakitkan di dalam perspektif yang lebih luas”. Jangan memandangnya melulu dalam perspektif hati yang luka, karena bukan saja itu tak berguna tetapi akan mempersulit diri sendiri saja.
Pengalaman sakit hati bisa bermanfaat ketika:
1. Membuat kita mengenali luka-luka batin
Ingat kontemplasi sambal di atas, kalau mata kita sakit karena sambal, itu bukan soal sambalnya tidak enak tapi soal mata yang tidak dapat merasakan nikmatnya sambal malahan kesakitan oleh sambal. Bukan soal sambalnya tapi soal matanya. Nah, ketika kita mengalami sakit hati, seringkali yang terjadi sesungguhnya bukan karena perlakuan atau kata-kata orang itu pada dirinya, namun justru karena kita begitu rentan dan peka kalau mendengar kata atau mendapat perlakuan seperti itu. Nyatanya, orang lain dikatakan begitu ada yang senyum-senyum saja tetapi kita ternyata sangat sakit, atau ada orang yang begitu sakit oleh perlakuan tertentu padahal bagi kita itu biasa-biasa saja. Nah, seperti halnya rasa sakit di fisik itu sebenarnya adalah mekanisme tubuh untuk menyadari bahaya dan menghindarkan dari bahaya yang lebih besar, begitu pula sakit hati. Rasa sakit hati itu bisa menjadi indikasi atau mekanisme mental untuk menyadarkan kita akan bahaya mental yang mengancam, yang seringkali sumbernya bukan orang lain tetapi diri sendiri. Luka-luka batin yang tertimbun di alam bawah sadar, paling mudah kita kenali kalau kita mau merefleksikan pengalaman-pengalaman sakit hati. Luka-luka batin adalah hambatan kemajuan pribadi, yang sering tidak kita sadari dan sulit kita mengerti. Kalau pengalaman sakit hati menjadi gerbang kesadaran akan luka-luka batin, dapatlah pula dikatakan bahwa sakit hati itu (kalau diolah) bisa menjadi awal perkembangan menuju kematangan pribadi yang lebih optimal. Sakit hati, bisa menjadi pengalaman berguna juga lho…
2. Membuat kita lebih bersemangat menghayati kehidupan
Saat sakit hati, kadang menjadi saat yang paling memacu orang untuk bangkit berdiri dan mengerahkan seluruh kemampuan diri untuk berjuang. Ada cerita nyata yang aku dengar ketika aku kunjungan ke Lingkungan Gedongkiwa Tengah kemarin. Ada orang yang sudah tiga tahunan sakit dan tidak bisa jalan. Ketika terjadi gempa Mei 2006 lalu, saking takutnya akan gempa tiba-tiba saja dia bangkit dan lari… dan sejak itu dia bisa berjalan kembali. Saat ketakutan menyerang, saat itu dia terpacu untuk mengerahkan seluruh energinya dan dia bisa! Hal sama sering terjadi secara lain… orang baru terpacu mengerahkan seluruh usaha ketika mengalami pengalaman sakit hati. Ketika nyaman-nyaman saja, ia tumbuh pelan-pelan saja; ketika ia mengalami sakit hati, tumbuh semangat untuk menunjukkan kualitas diri dan kemudian makin optimal memperkembangkan diri. Mungkin bukan start yang baik, tapi bisa membuat orang mencapai finish yang malah baik.
3. Membuat kita lebih dalam memaknai kehidupan
Kalau kita menyadari iman kita, kenapa Gusti Yesus mau menderita sengsara sampai wafat? Mengapa Ia rela disalibkan? Karena derita itu punya makna untuk mengungkapkan cinta! Karena sengsara dan wafatNya bernilai dan berguna untuk penyelamatan. Di sinilah tercapai makna paling dalam dari makna hidup! Apakah kita tidak ingin mencapai pengalaman menggapai makna terdalam itu? Berani terluka untuk sebuah kebaikan adalah jalan kepada penghayatan makna kehidupan yang lebih dalam. Luka hati itu tidak enak, tetapi bisa mengantar kita kepada makna kehidupan yang lebih dalam! Kita hidup tidak dipanggil pertama-tama untuk sukses dan aman-nyaman! Kita dipanggil untuk setia dan berani berkorban untuk suatu upaya cinta dan penyelamatan. Inilah kebenaran yang diwartakan Tuhan kita! Ini janganlah diartikan bahwa kita akan diam menjadi korban ketidakadilan… Bukan begitu, karena keadilan harus tetap diperjuangkan. Tetapi kita memperjuangkan keadilan tanpa harus mengeluh dan menghindar dari sakit dan keterlukaan.
Dengan mengembangkan perspektif tentang luka hati seperti itu, Caty, sebenarnya sebagian luka-luka hati dapat hilang dengan sendirinya.
Akan tetapi, sering pula kita mengalami ada luka yang begitu dalam dan menyakitkan sehingga kita susah menyembuhkannya, bahkan menahan rasa sakitnya pun seolah tidak ada dayanya. Untuk luka yang dalam dan menyakitkan, memang kadang perlu terapi khusus. Seringkali pula orang perlu bantuan pihak ketiga untuk menyembuhkannya karena memang kadang berupaya sendirian tidak bisa. Iya sih, sebenarnya penyembuhan luka batin hanya bisa dilakukan oleh yang terluka, tetapi kadang bantuan orang ketiga yang dapat memampukannya untuk menyembuhkan lukanya.
Sekedar latihan yang sifatnya umum, dapat dilakukan sendiri atau bersama teman atau di bawah bimbingan, misalnya melewati 12 langkah begini begini:
- Siapkanlah potongan-potongan kertas kecil dan satu lembar kertas cukup besar. Ambillah kertas-kertas kecil, dan tulislah nama orang-orang yang melukai hatimu. Secarik kertas dipakai untuk menulis satu nama. Kemudian, pada kertas lain lagi, pada satu lembar kertas yang ukurannya lebih lebar, tuliskan perbuatan mereka terhadapmu (misalnya menolak, tidak mengasihi, memperlakukan tidak adil, menyakiti secara fisik, menyakiti melalui kata-kata, mengkhianati, menelantarkanmu, dsb.). Tulis kesalahan mereka semua dalam satu kertas besar ini.
- Kontemplasikan kembali pengalaman dan rasa sakit itu, terutama untuk sakit yang dalam. Rasakan kembali sakitnya. Hadapi kepedihan dan kebencian yang kau rasakan. Rasakan dan akui perasaan itu dengan jujur. Mengakui perasaan sakit dan kemarahan bukanlah suatu kedosaan. Allah tahu persis bagaimana perasaanmuyang sebenarnya, entah kau mengakuinya atau tidak. Ungkapkan kegeraman hati dan rasa sakit itu dengan meremas-remas kertas tulisan perbuatan menyakitkan itu (bukan tulisan nama, ya!). Gumamkan kata-kata kemarahan dengan kata-kata ocehan (bikin kata sekenanya mirip-mirip bahasa roh itu ya…, kamu ucapkan saja). Kau boleh mengucapkan dengan keras atau pelan kata-kata ocehan itu, seturut ekspresi yang hendak kauungkapkan. Ingat jangan menggunakan kata-kata umpatan, keluhan, atau kata-kata yang ada artinya. Ngoceh saja dengan kata-kata tak berarti! Rasakan dan ekspresikan kegeraman, marah, sedih, dan sakit hati itu dengan cara itu, sampai kau merasa seluruh perasaan itu telah tumpah dan puas. Kalau terasa sudah tumpah seluruh emosi, lemparlah jauh-jauh kertas yang sudah kau ‘uwel-uwel’ itu atau kalau tidak kau lempar jauh boleh juga kau bakar.
- Sekarang, duduklah atau tidur telentang dengan tenang. Atur pernafasanmu… Kalau sudah tenang, kontemplasikan salib Kristus di depanmu. Akuilah pentingnya Salib Kristus. Salib Kristus itulah yang membuat pengampunan itu benar. Yesus Kristus sudah menanggung segala dosa manusia di seluruh dunia ini, termasuk dosamu dan dosa orang-orang yang menyakitimu (Ibrani 10:10). Hatimu mungkin berteriak “Tidak adil! Mana keadilan itu?” keadilan itu terdapat di kayu Salib.
- Ambilah keputusan bahwa kau akan saling memikul akibat dosamu (Galatia 6:1,2). Ini berarti kau kelak tidak akan menghantam dan menentang mereka dengan mengungkit-ungkit dosa-dosa mereka pada masa lalu (Lukas 6:27-34; Amsal 17:9). Semua pengampunan yang sejati bersifat seperti pengampunan Kristus terhadap kita.
- Ambilah keputusan untuk mengampuni. Pengampunan merupakan soal kehendak; secara sadar kita memilih untuk tidak mengadakan pembalasan, tidak menuntut orang itu untuk membayar ganti rugi, dan dengan demikian membebaskan diri kita dari belenggu masa lalu kita. Mungkin kau tidak merasa ingin membuat keputusan untuk mengampuni, tetapi ini bukan soal perasaan, melainkan soal mau atau tidak. Karena Allah menghendakimu mengampuni, maka kau dapat memilih untuk dapat mau mengampuni.
- Ambillah kertas lain, yang berisi nama-nama orang yang melukaimu tadi. Bawalah daftar itu kepada Allah dalam doa dan berdoalah seperti ini: “Saya mengampuni …………………… (sebutkan nama). Tuhan Yesus, ajari aku mengampuni dan mengasihinya”. Ulang kata-kata doa itu sampai Anda merasa tenang dan tidak sakit ketika menyebut nama orang yang pernah melukaimu itu. Kalau sudah merasa begitu, bisikkan doa ini, “….......... (sebutkan nama), aku mengasihimu, karena Tuhan Yesus mengasihi kita dan Ia menghendaki kita saling mengasihi!” lalu tersenyumlah!
- Sekarang kau sudah bebas. Tidak perlu kauberitahu orang yang bersangkutan tentang apa yang sudah kaulakukan. Pengampunan itu hanya diketahui oleh dirimu sendiri dan Tuhan. Bisa saja, orang yang perlu kauampuni itu mungkin saja sudah meninggal dunia.
- Jangan berharap bahwa pengampunan yang kaulakukan akan membuahkan perubahan yang besar pada orang yang bersangkutan. Sebaliknya, berdoalah bagi mereka (Matius 5:44) supaya mereka juga dapat mengampuni (Galatia 5:1,13,14).
- Berusahalah untuk mengerti orang-orang yang sudah kauampuni itu.
- Berharaplah untuk mengalami hasil yang positif di dalam dirimu setelah kau mengampuni. Pada waktunya, kau akan mampu mengingat orang-orang yang pernah menyakitimu, dan kau tidak akan merasa pedih hati, marah ataupun benci. Kau akan mampu berada bersama mereka tanpa memberi reaksi yang negatif.
- Ucapkanlah syukur kepada Tuhan atas kedewasaan rohani dan pelajaran yang kauperoleh sebagai akibat dari kesalahan orang lain dan dari keputusanmu mengampuni mereka yang bersalah kepadamu (Roma 8:28-29).
- Hendaknya kau sendiri juga mau mengakui kesalahanmu sendiri. Akuilah kesalahan atau kegagalanmu kepada Allah dan juga kepada orang yang bersangkutan (I Yohanes 1:9); sadarilah bahwa jika ada orang yang kau sakiti, kau harus datang kepada orang itu untuk berdamai (Matius 5:23-26).
Kadangkala, untuk orang tertentu dan sakit karena pengalaman tertentu, terapi ini tidak bisa sekali jadi. Mungkin kau dapat mengulanginya beberapa hari atau minggu kemudian, cobalah lagi kalau belum sembuh! Percayalah, Roh Kudus akan membantu!
Salam kasih dan doa
papa tan
Dear Rm Fit,
BalasHapusSaya barusan buka blog punya romo....
Seperti yang saya alami u/ belajar mengampuni.....susah banget terutama mengampuni orang yang kita sayangi yang telah melukai kita (dan itu benar2 terjadi tidak hanya 1 orang tapi banyak orang )
makaseh ya rom renungan tersebut benar2 akan saya renungkan agar saya bisa memaknai hidup dengan lebih baek......
Banyak hal yang sedang terjadi tetapi saya yakin bahwa semua itu adalah berkat dari-Nya agar saya dapat semakin bertumbuh.....
Terima kasih u/ semua dukungan doanya.....
Dalam arti tertentu, luka yang dibuat oleh orang-orang tersayang memang jauh lebih menyakitkan. Di sisi lain, sebenarnya semakin kita menyayangi orang, maka sakit sebesar apa pun akan semakin mampu kita maafkan.
BalasHapusKadang pengalaman itu menjadi pengalaman berharga untuk memurnikan cinta menuju cinta yang makin dewasa dan bermutu. Mungkin kita merasa sangat mencintai orang tertentu, tetapi bisa jadi sebenarnya kita menyayangi diri sendiri yang menjadi 'bahagia' kalau bersama orang yang kita cintai itu. Saat harus mengampuni menjadi batu uji, apakah kita sungguh mencintai orang lain atau sebenarnya cinta diri.
Jangan kawatir, tentu mencintai diri itu tidak salah, yang penting proporsional dan tidak terjebak dalam cinta diri melulu tetapi harus semakin terarah pada cinta bagi yang lain.
GBU